Takdir itu ditangan Tuhan katanya,
kita sebagai hambanya tidak bisa melawan takdir tapi kita bisa mengubah takdir.
Aku sendiri belum menemukan bagaimana caranya. Menurutku ya dengan menjalankan
takdir itu sendiri kita bisa mengubahnya, bukan pesimis tapi Tuhan tahu yang
baik untuk umatnya. 2 hari itu aku berpisah dengannya, 2 hari yang mempunyai
pengalaman misterius dan tak mudah untuk dilupakan. Takdir ku untuk berteman
dengannya, namun takdir ku nanti akan terasa pahit untuk kedepan, atau mungkin
bisa berbuah manis. Aku pun jatuh cinta, jatuh cinta dengan orang yang tidak
mungkin untuk aku dapati, dan rasa ini mengalir begitu saja. Saat pertama kali
aku bertemu di tanggal 21 desember 2012. Pertemuanku itu pun tidak disengaja,
berawal dari panggilan psikotest kerja, pertama masuk ruangan tersebut mata ini
sering sekali memandanginya, sejuk, damai melihatnya. Pada saat itu juga aku
mendeklarasikan kepada tuhan jika aku ingin lebih mengenal sosok dirinya.
Gayung bersambut setelah kami selesai psikotest kami berkenalan dan secara
tidak langsung dia meminta pin ku. Saat itu aku bagaikan terbang ke langit
ke-12. Itulah awal kami bertemu dan berlanjut hingga saat ini.
Aku sedang menunggu pengumuman hasil
interview disalah satu media elektronik baru dijakarta, hari ini 14 februari
2013 pengumumannya akan diberitahukan. 2 hari sebelumnya aku mencoba untuk
bertanya padanya apakah dirinya yakin akan diterima, ia menjawab 50:50
sedangkan aku pesimis untuk lolos. Dan benar saja setelah aku membuka website
pengumuman namaku “shilla Framelia” posisi reporter tidak ada, sedangkan “Alvin
simorangkir” tertera jelas dilayar computer. Dia lolos dan diterima menjadi
karyawan sebuah tv baru, posisi reporter.
Jiwaku sempat shock dan yah bisa
dikatakan agak tergoncang dengan tidak ada namaku disitu, seakan benar kata
orang-orang yang pernah mengalami kegagalan, “Dunia seakan mau runtuh” dan yang
tidak kuat dengan kegagalan ia akan mencari jalan pintas dengan bunuh diri.
Untung aku masih kuat. Aku memberikan selamat padanya lewat bbm, ia tidak
percaya jika lolos dan berkata akan mengeceknya terlebih dahulu, beberapa menit
kemudian dia mengabariku “gua lolos, sorimayori shil, selau, mungkin rejeki gua
lagi bagus”. Saat itu rasa sedih, senang, linglung menghampiri ku, bingung
disatu sisi senang melihat dia sudah mendapatkan pekerjaan, satu sisi lain aku
tidak bisa satu kantor dengannya, tidak bisa melihat lesung pipi dan tatapan
tajam mata itu setiap hari. Aku sempat berpikir, Sometimes life its not fair,
but I belive god its fair.
Ternyata masih ada kesempatan untuk
aku agar bisa bergabung dengan media TV itu. Salah satu jalan dengan ikut open
recruitment kembali, tapi sebentar diwebsite itu tidak ada recruitment untuk
kota Jakarta lagi, yang ada hanya di kota Jogjakarta, Semarang, Malang dan
Surabaya. Dalam hati aku meyakinkan diriku, Aku harus ke salah satu kota
tersebut bagaimana caranya pun juga!! Tekadku. Tapi bagaimana caranya aku masih
ragu
Esoknya bangun dari tidur di tgl 15
februari 2013, Aku langsung mempersiapkan semuanya secara mendadak entah apa
yang ada dipikiranku saat itu yang pasti aku harus ke jogja untuk ikut test
kembali agar aku bisa masuk media TV itu bersama Alvin pikirku, Test dijogja
akan dimulai tgl 16 februari pukul 08.00 wib berarti besok Pagi akan diselenggarakan,
kenapa jogja pilihanku?, karena jogja kota terdekat dari Jakarta. Semuanya aku
persiapkan mulai dari merapihkan baju, celana dan perlengkapan ku untuk ke
jogja semua sudah aku masukkan ke dalam tas, aku menelpon ayah dan ibuku agar
beliau dapat membantuku dalam segi dana untuk ke jogja, aku jelaskan kepadanya
jika keberangkatan ku kesana untuk interview kerja, mereka sempat kaget karena
secara mendadak aku memberitahukannya. Setelah mendengar penjelasanku mereka
memberikan izin kepadaku, namun satu hal mereka tidak tahu jika aku ke jogja
sendiri tidak bersama kawan-kawanku seperti apa yang aku katakan pada mereka.
Aku berbohong demi cita-cita atau berbohong demi cinta.
15 Februari 2013, Pukul 13.00 WIB
matahari mulai memperlihatkan jati dirnya di langit, akulah sang penguasa
siang, namun perasaan ini dingin tak
karuan, keputusan ini entah siapa yang melatarbelakanginya, dengan sebuah
kenekatan aku siap pergi ke Jogjakarta. Jogja saya datang dengan cita dan
cinta.
Aku mendatangi terminal bus dekat
rumah dibilangan lebak bulus Jakarta untuk membeli tiket BUS, ya aku memang
tidak membeli tiket pesawat karena dana yang aku punya minim untuk naik
pesawat, sebelumnya aku sudah menelpon stasiun gambir untuk membeli tiket
kereta namun naas saat itu semua tiket kereta ekonomi dan ekesekutif sudah
habis terjual, salah satu cara dengan naik BUS agar sampai ke kota gudeg
tersebut. Ternyata kesialan ku berlanjut sesampainya di loket tiket,
embak-embak penjaga loket mengatakan jika tiket BUS dengan tujuan jogja untuk
kelas eksekutif atau yang ber AC sudah tidak ada untuk hari ini, ia mengatakan
yang tersisa hanya tiket untuk kelas ekonomi dan tersisa 1 tempat duduk, akupun
langsung mendealkan untuk membelinya.
Jam 15.00 wib BUS ekonomi yang aku naiki pun berangkat dengan kokohnya
bersama kenekatanku. Aku duduk dipojok kiri belakang BUS tersebut. Bismillah
aku berangkat.
Diperjalan aku hanya memperhatikan
beberapa orang yang ikut naik bus tersebut, dibangku belakang tempat dudukku
disampingya diduduki oleh bapak-bapak tua sekitar umur 50 tahun, dia asik
mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya, namanya juga bus ekonomi orang bebas
merokok disini, tapi aku rada kesal karena dibangku ke tiga dari belakang
tempat dudukku ada seorang suami yang sedang mengipasi istrinya yang sedang
hamil, cuaca saat itu memang panas sekali ditambah jalan tol yang macet, sudah
seperti didalam oven pemanggang roti, panas. Aku coba untuk mendekati
bapak-bapak yang sedang asik merokok “maaf pak itu ada seorang ibu yang sedang
hamil, gak baik untuk dihirup asepnya sama beliau”, “saya bayar disini, lagian
ini lagi macet, saya gak tahan untuk ngerokok”. Saat itu juga ingin sekali
membalas perkataan bapak itu, tapi aku takut karena tampangnya yang rada preman
terminal-terminal bus, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala, dia tetap asik
menikmati rokok itu. Manusia keparat.
Bus rosalia indah yang aku naiki
transit kesalahsatu terminal yang berada dikawasan industry karawang, ternyata
disana sudah ada beberapa penumpang yang menunggu. ini terminal terakhir untuk
mengangkut penumpang sebelum perjalanan menuju jogja dimulai. “mau kemana
mas?”, aku mencoba bertanya sama mas-mas yang duduk disampingku, “mau ke jogja
de, ade mau kemana?”, “saya mau ke terminal giwangan jogja, mas tau?”, “oh ya
tahu, nanti ngelewati kok busnya”, “saya minta tolong mas nanti kasih tau saya
jika sudah mau sampai keterminal giwangan”, “iya de nanti dikasih tau, masih
lama kok dari sini, bisa sampai sana sekitar jam 3 atau 4 pagi jika tidak
macet”, Tutur mas-mas bertopi yang mempunyai nama andi itu.
Ditengah perjalanan saya sudah rindu
dengan keluarga dirumah, maklum saya memang anak rumahan gak bisa jauh dari
rumah, Koran yang saya beli diterminal saya baca ditengah-tengah perjalanan,
namun pikiran tak tertuju pada Koran tersebut, pikiranku tertuju pada satu nama
alvin. Tak terasa sudah melewati daerah purwekerto sekitar pukul 22.00 WIB,
saya terbangun dari tidur ketika temanku via menelfon. “gila lu shil, nekat
sampe ke jogja hanya untuk melamar kerja”, “gua juga bingung vi apa yang buat
gua nekat kejogja, entah untuk suatu pekerjaan atau hanya untuk dia”, “sumpah
shil gua salut sama perjuangan lu, andaikan dia tau lu ke jogja agar untuk bisa
satu kantor sama dia”, “gua ke jogja demi cita dan cinta vi”, ujar shilla. Saat
itu purwekerto sedang dilanda hujan deras, jendela bus yang tidak tertutup
rapat membuat cipratan air hujan masuk kedalam bus tempat shilla duduk, ia
hanya menutupi kepalanya dengan jaket yang ia bawa, kedinginan menjulur
ditubuhnya, ia merasa sedih ingin cepat-cepat sampai jogja dan pulang kerumah.
“de sebentar lagi terminal giwangan sudah
sampai”, “oh iya makasih mas”, aku segera bersiap-siap mengambil tas ransel
yang diletakkan dibawah. “terminal giwangan terminal giwangan” suara kenek meneriakan
nama terminal itu berarti aku sudah sampai jogja. Jam ditangan menunjukkan
pukul 04.00 wib, ada waktu satu jam untuk beristirahat sejenak sambil menunggu
adzan subuh, beruntung terminal ini terdapat musholla yang dapat digunakan
untuk sejenak tidur, tapi sial mushollanya penuh tak ada tempat untuk aku
mengistirahatkan tubuh ini. Mushola itu sudah terisi oleh beberapa manusia yang
sedang beristirahat. Aku lemas dan tah tahu harus tidur dimana. Aku berjalan
agak menjauh dari musholla itu untuk mencari tempat beristirahat sejenak, aku
memutuskan untuk tidur diemperan depan toko oleh-oleh diterminal tersebut. Toko
itu masih tutup, Koran yang dibawa dari Jakarta aku gelar didepan toko
tersebut, tas menjadi bantalku pada saat itu, aku tidur beberapa menit.
Suara adzan membuatku bangun dari
tidur, aku masih tidak menyangka hari ini aku berada dijogja, sendiri! ini
adalah tempat jauh pertama yang aku datangi seorang diri tanpa siapa-siapa.
Dari kejauhan orang-orang yang tadi beristirahat dimusholla itu sudah pada
bangun dan bersiap-siap untuk sholat subuh, akupun segera menyusul mereka untuk
berdoa kepada Tuhan ku. Air wudhu yang dingin kala itu membuat ku sedih tak
terdefinisi. Setelah selesai sholat aku numpang mandi di WC musholla tersebut,
lagi asik-asiknya membersihkan diri ada yang menggedor-gedor pintu kamar
mandiku. “bragg bragg braggg” bunyi yang sangat kencang, “sabar, sebentar
lagi”, bls ku. Dengan perasaan yang kesal aku keluar dari kamar mandi, setelah
aku membuka pintu ternyata yang menggedor tadi adalah beberapa anak jalanan
terminal giwangan yang ingin mandi juga sama sepertiku. Menurutku mereka
anak-anak yang luar biasa diusianya yang kurang lebih masih 6-12 tahun sudah
mencari nafkah sendiri dan bergulat dengan kejamnya daerah terminal, bisa aku
rasakan bagaimana mereka jika bertemu bos-bos yang memegang kawasan terminal
giwangan ini.
Akhirnya aku bisa melihat sinar
matahari pagi di Jogjakarta dan aku memutuskan untuk mengisi perut terlebih
dahulu karena belum terisi dari tadi malam. Aku mengelilingi bagian dalam
terminal giwangan dan terlihat beberapa toko dan warung makanan sudah buka
untuk berbisnis. Aku tertarik dengan tulisan diwarung makan itu “segok pecel”
aku memutuskan untuk memesan makanan khas jogja tersebut. Asyik makan, bapak-bapak
kurang lebih berusia 47tahun datang menghampiri, aku kaget dan takut apa yang
akan dilakukan orang ini, ternyata dia seorang tukang ojek yang menawari
jasanya, “selamat pagi mbak, “mau kemana?, sini tak anter”, dengan logat jawa
yang ramah. “mau ke UNY Fak. Teknik pak, bapak tau?”. Aku membalas dengan
ramah. “tau mbak lumayan dekat dari terminal sini”, bapak itu sambil merokok
lisong jawa. “berapa pak dari sini kesana?”, celetuk ku. “ya sama eneng
Rp.25.000 saja”, bapak itu tersenyum.
Motor yang aku tumpangi saat itu
bermerk Yamaha tua, ringkih, tapi masih bisa menunjukan jati dirinya. Aku
mencoba menghirup panjang udara sejuk jogja pagi itu dari motor tua ini,
jalanan pada saat itu masih sepi dan terlihat dipinggir jalan beberapa penjual
makanan menjajaki dagangannya. Ah sangat sayhdu kota ini, masyarakatnya ramah
dan kental sekali peradaban jawanya. Diperjalanan menuju UNY Fak. Teknik aku sejenak melupakan masalahku, seakan
terbius oleh sihir kota jogja yang mistis. Dan setelah beberapa menit aku
memperhatikan jalanan tibalah di universitas UNY Aku siap untuk berjuang
kembali! Demi cinta atau cita? Aku masih belum bisa menjawab.
Tempat tesku masih sepi sepertinya
belum ada yang datang, aku kepagian atau memang ingin cepat-cepat semuanya
selesai dan kembali ke kota Jakarta. Aku menunggu didalam dan berkenalan dengan
beberapa orang yang ikut test masuk sebagai karyawan disalah satu tv swasta
itu. Test psikotest dimulai aku duduk dibangku paling depan, sang pengawas
memberikan penjelasan untuk psikotest hari ini, ah aku sudah mengerti pasti
sama dengan yang dijakarta dulu, batinku berkata. Setelah psikotest selesai
masuk ke tahap interview, inilah proses yang membuat aku gagal dulu, tahap
dimana bertemu dengan hakim-hakim yang menentukan apakah layak masuk menjadi
bagian perusahaan tersebut. Namaku belum dipanggil, aku asyik duduk dipojokan
ruangan ini, sendiri. Memikirkan kembali bagaimana jika nanti aku gagal untuk
kedua kalinya, usaha yang telah aku lakukan dan perjuangan hingga ke kota gudeg
ini apakah akan sia-sia? Akankah aku kembali jatuh dan gagal? Perjuangan yang
amat sangat panjang untuk memperjuangkan sebuah harapan, namun harapan apa yang
membuat aku hadir disini? Perjalanan panjang menembus malam, hujan, tidur
diemperan toko, mandi di wc umum, semua itu dilakukan hanya untuk apa? Demi cita
atau cinta?, “Shilla Framelia”, namaku dipanggil, aku harus siap berhadapan
dengan hakim penerima kerja itu.
Langkah kakiku gemetar memasuki
ruangan, pikiranku tetap tertuju ke alvin, hati ku ingin pulang ke jakarta, dan
siap tidak siap aku sudah didepan sang pembunuh harapan. “selamat siang shilla
framelia”, orang itu memanggil namaku sambil melihat berkas surat lamaran yang
dipegang olehnya, jantung masih berdetak kencang. “selamat siang pak”, “kamu
disini melamar jadi floor director, apa yang kamu ketahui tentang FD?”, “FD itu
pengatur acara pak, dia yang bertugas membuat penonton tepuk tangan dan
memberikan aba-aba kepada pembawa acara jika acara itu sudah mau masuk ketika
iklan selesai”, celetuk ku, “bisa kamu contohkan seperti apa FD itu?”, “baik
pak”, shilla mempraktikkan menjadi floor director didepan orang itu, namun
shilla sempat memperhatikan raut wajahnya ia tampak tak tertarik melihat shilla
menjadi FD. “kamu kurang semangat untuk menjadi FD, duduk kembali”, orang itu
mempersilahkan shilla duduk dan kembali memperhatikan berkas-berkas lamaranku. “kamu
lulusan jurnallistik kenapa ingin menjadi FD?”, “saya ingin melamar menjadi
reporter pak tapi tidak ada lowongan untuk itu”, shilla menjawab pertanyaan orang
yang memakai baju hitam tersebut. “apa kamu yakin mau menjadi FD? Kerja di
stasiun tv itu tidak kenal waktu, kantor bisa menjadi rumah”. “saya sudah
mengerti pak akan konsekuensinya bekerja dimedia”, “sebentar, kamu pernah
melamar juga ya dijakarta?”, ia memperhatiikan mata shilla dengan tajam, “ia
pak, saya ikut waktu recruitment dijakarta, tapi pada saat tahap akhir seperti
ini saya gagal, makanya saya pergi ke jogja untuk mencoba melamar kembali
walaupun posisi reporter tidak ada”, bibir shilla gemetar. “luar biasa perjuangan
kamu sampai ke jogja juga, tapi jika misalkan kamu gagal kembali disini,
bagaimana?”, “tidak apa-apa pak setidaknya saya sudah mencoba dan berusaha
untuk mengejar cita-cita saya dan ..”, mata shilla basah oleh air kesedihan, ia
tak sanggup untuk meneruskan kalimatnya namun dalam hatinya ia mampu meneruskan
kata-kata yang belum ia selesaikan “ dan … cinta”. Air mata shilla jatuh dari
kedua bola matanya yang indah ia tak mampu menyembunyikan rasa inginnya ia
diterima kerja distasiun tv itu. “shilla sepertinya kamu cocok untuk menjadi
reporter tapi tidak menjad floor director, saya yakin suatu saat nanti kamu
akan menjadi reporter”, hakim itu seperti dengan terang mengatakan shilla
ditolak mentah-mentah. Shilla tetap mengeluarkan air mata “setidaknya saya
sudah berusaha dan mencoba pak”, bibir mungil merah itu tidak sanggup lagi
berucap. “baiklah shilla terimakasih sudah mau bergabung dengan perusahaan
kami, nanti hasil lolos atau tidaknya bisa di cek diiwebsite kami besok malam”.
“terimakasih pak”, shilla keluar dari rungan itu dengan dada yang ingin
meledakkan emosinya, wajahnya penuh dengan air mata, ia ingin cepat-cepat
pulang.
Bbm shilla bunyi, ternyata itu dari
alvin “shill besok ke metro tv yuk ada open recruitment tuh disana”, “absen
dulu deh vin, salam yah buat surya paloh”, balas shilla. Jika saat itu shilla
ada dijakarta pasti ia akan mengiyakan ajakan dari alvin namun apa daya shilla
berada dijogja saat itu. “oke shil, siap”, “lu masih mau ngelamar dimetro vin? Bukannya
lu udah diteriima jadi karyawannya wisnu utama? Haha”, “ya gpp shil, coba-coba
aja gua haha”. Shilla mencari tiket pulang ke jakarta hari itu juga, ia ingin
sampai jakarta besok pagi ia mencari keberangkatan malam ini menggunakan bus
ataupun kereta. Untungya shilla mempunyai teman dijogja ia memesan tiket kereta
ke dyah temannya. Akhirnya shilla mendapatkan tiket kereta menuju jakarta pukul
7 malam dari terminal lempuyangan.
Saat itu masih sore masih ada waktu
untuk membeli buah tangan namun hati shilla lagi galau, ia malas untuk
kemana-mana, ia hanya melangkahkan kakinya ke supermarket yang ada disamping
UNY tempat mengikuti test. Shilla membeli sebotol minuman dan roti untuk
mengganjal perutnya, ia duduk dibangku depan supermarket itu, “oi shill kapan
pulang? Bagaimana tesnya? Sumpah ya gokil abis lu”, sivia tiba-tiba saja bbm
shilla. “vi gua pulang nanti malam. Udah dapet kok tiket keretanya, gua mau
pulang vi, gua juga gak abis fikir kenapa gua bisa sampai ke sini, sendiri”,
shilla kembali menahan air matanya. “shil seandainya dia tau lu ke jogja cuman
untuk bisa sekantor sama dia, gua salut shil sumpah, ini bisa jadi cerita ke
anak lu nanti”, “vi gua gak mengharapkan dia tau kok, gua cuman ingin satu kantor
aja vi sama dia, bisa lihat senyumnya yang berlesung, matanya yang tajam, sama
kepintarannya”, shilla menangis sesenggukkan. “shil pokoknya nanti pas lu udah
dijakarta, kita ketemu lu harus cerita, hati-hati dijalan shil”, ‘iya vi,
terimakasih ya”, shilla masih menangis.
Waktu sudah hampir jam 7 malam, kereta yang ditumpangi shilla siap
berangkat ia mencari angkot untuk mengantarkannya ke stasiun lempuyangan namun lama
ia menunggu tak ada angkot untuk kestasiun lempuyangan, hujan pun mendampingi
shilla untuk pulang ke jakarta. Akhirnya ia menyewa taksi udan tak lama kemudia
sampailah ia ke terminal lempuyangan, ia menyempatkan untuk shalat ashar dan
berdoa ‘Ya allah semuanya hamba serahkan ke engkau, hamba sudah berusaha sampai
sini, kini hamba kembalikan ke engkau”. Tuttt tuttt tuttt kereta siap
berangkat, shilla duduk berhadapan dengan seorang bapak-bapak dan anaknya. Roda
baja tersebut sudah berjalan pelan dan siap melaju cepat ke arah stasiun senen,
dalam hati shilla berkata “jogja, terimakasih atas kenekatanmu”.
“shil bangun sudah maghrib, mandi
dulu, sholat”,mama membangunkan shillla dari tidurnya “mama, iya ma, aku capek
banget, kemarin kurang tidur”. Shilla sampai jakarta pagi tadi, sampai rumah ia
membersihkan diri dan langsung tidur hingga larut malam, mungkin karena letih
40 jam ia habiskan untuk mengejar harapannya. Malam ini pengumuman apakah ia diterima atau
tidak bekerja di stasiun tv akan diumumkan lewat website kembali, shilla terus
berdoa dalam hatinya, ia takut untuk berhadapan dengan layar komputer seperti
melihat musuhnya sendiri ia enggan untuk menyentuhnya takut dibuat kecewa kembali.
Jantung shilla berdegup cepat, ingin copot, panas dingin gak karuan. Menegangkan!
Shilla masuk kamar dengan tertunduk,
ia mencari Al-quran lalu memeluknya erat sekali, sangat erat, air mata kembali
jatuh menimpa pipi dan kitab suci yang berada dipelukanya. Ia linglung, bingung
ingin berbuat apa, shilla seperti hilang, hanya raganya saja yang ada,
pikirannya terbang ke suatu tempat. Shilla menggelar sajadah, alquran masih
dipelukannya, ia bersujud sambil menangis kencang, teriak, mengadu. Ada 30
menit ia seperti itu, aneh, seperti kehilangan arah. Shilla mengambil hp nya, “viii..
“, “shill kenapa? Bagaiamana pengumumannya? Diterima?”, “viii gua..”, “gimana
shill? Diterima atau gak? Jgn bikin penasaran dong?”, “ gua, gua gagal lagi vi,
nama gua gak ada di webiste, gua gagal lagi viii”, shilla menangis
sejadi-jadinya, “shillll sabarr, bukan jalan lu disana shil, masih ada lowongan
kerjaan lain, lu harus semangat”, “percuma ya vi gua jauh-jauh ke jogja untuk
ngelamar tapi hasilnya buat gua kecewa lagi, dan yang buat gua sedih gua gak
akan bisa satu kantor sama alvin vii, gua gak bisa”, “shill semangat dong,
bukan berarti lu ga bisa ketemu alvin lagi kan, lu masih bisa ketemuan sama
dia, gak ada yang sia-sia shil, lu ke jogja, perjuangan lu, semuanya gak ada
yang sia-sia, lu harus yakin itu”, “vii.. gua bingung harus ngapain vii, gua
kesel sama diri gua sendiri, bagaimana jika nanti alvin lupa sama gua? Jika nanti
ia sibuk sama pekerjaannya? Jika nanti dia dapet teman baru? Gua bakal dilupain
viii”, shilla masih menangis dan memeluk al-quran. “shill lu jangan mikir yang
macem-macem, belum tentu apa yang lu pikirin itu akan terjadi, lu positif
thinking aja, sekarang lu harus sadar jika lu selama ini hanya mengejar cinta
bukan cita shil”. shilla masih memeluk al-quran dengan memeluknya ia agak
tenangan setelah tau dirinya kembali gagal untuk menjadi karyawan di stasiun tv
itu. Shilla tidak tenang tidurnya, ia bingung untuk menjelang hari esok, apa
yang ia akan perbuat setelah kegagalan keduanya ini, ia resah, shilla tidur
dengan memeluk al-quran. Mungkn itu fase dimana ia bingung harus meminta
pertolongan ke siapa, hanya dengan memeluk kitab suci shilla merasa harapannya
kembali hidup.
Sinar matahari seperti malu untuk
menghangatkan bumi, shila seakan habis melalu mimpi buruk yang terjadi didalam
hidupnya. Ia membuka mata dan melihat kitab suci masih dipelukannya. Ia bengong
beberapa menit diatas tempat tidurnya. Kicauan burung gereja dari teras rumah
menyadarkannya, shilla terseyum simpul, memikirkan semua perjuangannya hanya
untuk bisa bersama dengan Alvin, ternyata benar selama ini shilla bukan
mengejar cita-citanya namun mengejar cinta, cintanya terhadap Alvin yang baru
sebulan ia kenal. Shilla melanjutkan kembali hidupnya untuk mengejar
cita-citanya menjadi reporter, ia tetap berusaha untuk mencari pekerjaan
dibidang media, sampai akhirnya ia diterima bekerja disalah satu media online
dijakarta. Shilla siap menyongsong hari baru, cita-citanya menjadi jurnalis,
dan sejenak melupaka Alvin dari pikiranhya walau kenyataannya ia tidak bisa. Lagi
asik mengetik berita yang sedang diliputnya shilla dikagetkan dengan bunyi bbm,
Alvin ! “hai shil apa kabar? Lama kita udah gak ngopi bareng, besok bisa?”
.
0 komentar:
Posting Komentar