Sabtu, 21 Desember 2013

40 Jam (Alvin & Shilla)



Takdir itu ditangan Tuhan katanya, kita sebagai hambanya tidak bisa melawan takdir tapi kita bisa mengubah takdir. Aku sendiri belum menemukan bagaimana caranya. Menurutku ya dengan menjalankan takdir itu sendiri kita bisa mengubahnya, bukan pesimis tapi Tuhan tahu yang baik untuk umatnya. 2 hari itu aku berpisah dengannya, 2 hari yang mempunyai pengalaman misterius dan tak mudah untuk dilupakan. Takdir ku untuk berteman dengannya, namun takdir ku nanti akan terasa pahit untuk kedepan, atau mungkin bisa berbuah manis. Aku pun jatuh cinta, jatuh cinta dengan orang yang tidak mungkin untuk aku dapati, dan rasa ini mengalir begitu saja. Saat pertama kali aku bertemu di tanggal 21 desember 2012. Pertemuanku itu pun tidak disengaja, berawal dari panggilan psikotest kerja, pertama masuk ruangan tersebut mata ini sering sekali memandanginya, sejuk, damai melihatnya. Pada saat itu juga aku mendeklarasikan kepada tuhan jika aku ingin lebih mengenal sosok dirinya. Gayung bersambut setelah kami selesai psikotest kami berkenalan dan secara tidak langsung dia meminta pin ku. Saat itu aku bagaikan terbang ke langit ke-12. Itulah awal kami bertemu dan berlanjut hingga saat ini.

Aku sedang menunggu pengumuman hasil interview disalah satu media elektronik baru dijakarta, hari ini 14 februari 2013 pengumumannya akan diberitahukan. 2 hari sebelumnya aku mencoba untuk bertanya padanya apakah dirinya yakin akan diterima, ia menjawab 50:50 sedangkan aku pesimis untuk lolos. Dan benar saja setelah aku membuka website pengumuman namaku “shilla Framelia” posisi reporter tidak ada, sedangkan “Alvin simorangkir” tertera jelas dilayar computer. Dia lolos dan diterima menjadi karyawan sebuah tv baru, posisi reporter.

Jiwaku sempat shock dan yah bisa dikatakan agak tergoncang dengan tidak ada namaku disitu, seakan benar kata orang-orang yang pernah mengalami kegagalan, “Dunia seakan mau runtuh” dan yang tidak kuat dengan kegagalan ia akan mencari jalan pintas dengan bunuh diri. Untung aku masih kuat. Aku memberikan selamat padanya lewat bbm, ia tidak percaya jika lolos dan berkata akan mengeceknya terlebih dahulu, beberapa menit kemudian dia mengabariku “gua lolos, sorimayori shil, selau, mungkin rejeki gua lagi bagus”. Saat itu rasa sedih, senang, linglung menghampiri ku, bingung disatu sisi senang melihat dia sudah mendapatkan pekerjaan, satu sisi lain aku tidak bisa satu kantor dengannya, tidak bisa melihat lesung pipi dan tatapan tajam mata itu setiap hari. Aku sempat berpikir, Sometimes life its not fair, but I belive god its fair.

Ternyata masih ada kesempatan untuk aku agar bisa bergabung dengan media TV itu. Salah satu jalan dengan ikut open recruitment kembali, tapi sebentar diwebsite itu tidak ada recruitment untuk kota Jakarta lagi, yang ada hanya di kota Jogjakarta, Semarang, Malang dan Surabaya. Dalam hati aku meyakinkan diriku, Aku harus ke salah satu kota tersebut bagaimana caranya pun juga!! Tekadku. Tapi bagaimana caranya aku masih ragu

Esoknya bangun dari tidur di tgl 15 februari 2013, Aku langsung mempersiapkan semuanya secara mendadak entah apa yang ada dipikiranku saat itu yang pasti aku harus ke jogja untuk ikut test kembali agar aku bisa masuk media TV itu bersama Alvin pikirku, Test dijogja akan dimulai tgl 16 februari pukul 08.00 wib berarti besok Pagi akan diselenggarakan, kenapa jogja pilihanku?, karena jogja kota terdekat dari Jakarta. Semuanya aku persiapkan mulai dari merapihkan baju, celana dan perlengkapan ku untuk ke jogja semua sudah aku masukkan ke dalam tas, aku menelpon ayah dan ibuku agar beliau dapat membantuku dalam segi dana untuk ke jogja, aku jelaskan kepadanya jika keberangkatan ku kesana untuk interview kerja, mereka sempat kaget karena secara mendadak aku memberitahukannya. Setelah mendengar penjelasanku mereka memberikan izin kepadaku, namun satu hal mereka tidak tahu jika aku ke jogja sendiri tidak bersama kawan-kawanku seperti apa yang aku katakan pada mereka. Aku berbohong demi cita-cita atau berbohong demi cinta.

15 Februari 2013, Pukul 13.00 WIB matahari mulai memperlihatkan jati dirnya di langit, akulah sang penguasa siang,  namun perasaan ini dingin tak karuan, keputusan ini entah siapa yang melatarbelakanginya, dengan sebuah kenekatan aku siap pergi ke Jogjakarta. Jogja saya datang dengan cita dan cinta.

Aku mendatangi terminal bus dekat rumah dibilangan lebak bulus Jakarta untuk membeli tiket BUS, ya aku memang tidak membeli tiket pesawat karena dana yang aku punya minim untuk naik pesawat, sebelumnya aku sudah menelpon stasiun gambir untuk membeli tiket kereta namun naas saat itu semua tiket kereta ekonomi dan ekesekutif sudah habis terjual, salah satu cara dengan naik BUS agar sampai ke kota gudeg tersebut. Ternyata kesialan ku berlanjut sesampainya di loket tiket, embak-embak penjaga loket mengatakan jika tiket BUS dengan tujuan jogja untuk kelas eksekutif atau yang ber AC sudah tidak ada untuk hari ini, ia mengatakan yang tersisa hanya tiket untuk kelas ekonomi dan tersisa 1 tempat duduk, akupun langsung mendealkan untuk membelinya.  Jam 15.00 wib BUS ekonomi yang aku naiki pun berangkat dengan kokohnya bersama kenekatanku. Aku duduk dipojok kiri belakang BUS tersebut. Bismillah aku berangkat.

Diperjalan aku hanya memperhatikan beberapa orang yang ikut naik bus tersebut, dibangku belakang tempat dudukku disampingya diduduki oleh bapak-bapak tua sekitar umur 50 tahun, dia asik mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya, namanya juga bus ekonomi orang bebas merokok disini, tapi aku rada kesal karena dibangku ke tiga dari belakang tempat dudukku ada seorang suami yang sedang mengipasi istrinya yang sedang hamil, cuaca saat itu memang panas sekali ditambah jalan tol yang macet, sudah seperti didalam oven pemanggang roti, panas. Aku coba untuk mendekati bapak-bapak yang sedang asik merokok “maaf pak itu ada seorang ibu yang sedang hamil, gak baik untuk dihirup asepnya sama beliau”, “saya bayar disini, lagian ini lagi macet, saya gak tahan untuk ngerokok”. Saat itu juga ingin sekali membalas perkataan bapak itu, tapi aku takut karena tampangnya yang rada preman terminal-terminal bus, aku hanya menggeleng-gelengkan kepala, dia tetap asik menikmati rokok itu. Manusia keparat.

Bus rosalia indah yang aku naiki transit kesalahsatu terminal yang berada dikawasan industry karawang, ternyata disana sudah ada beberapa penumpang yang menunggu. ini terminal terakhir untuk mengangkut penumpang sebelum perjalanan menuju jogja dimulai. “mau kemana mas?”, aku mencoba bertanya sama mas-mas yang duduk disampingku, “mau ke jogja de, ade mau kemana?”, “saya mau ke terminal giwangan jogja, mas tau?”, “oh ya tahu, nanti ngelewati kok busnya”, “saya minta tolong mas nanti kasih tau saya jika sudah mau sampai keterminal giwangan”, “iya de nanti dikasih tau, masih lama kok dari sini, bisa sampai sana sekitar jam 3 atau 4 pagi jika tidak macet”, Tutur mas-mas bertopi yang mempunyai nama andi itu.

Ditengah perjalanan saya sudah rindu dengan keluarga dirumah, maklum saya memang anak rumahan gak bisa jauh dari rumah, Koran yang saya beli diterminal saya baca ditengah-tengah perjalanan, namun pikiran tak tertuju pada Koran tersebut, pikiranku tertuju pada satu nama alvin. Tak terasa sudah melewati daerah purwekerto sekitar pukul 22.00 WIB, saya terbangun dari tidur ketika temanku via menelfon. “gila lu shil, nekat sampe ke jogja hanya untuk melamar kerja”, “gua juga bingung vi apa yang buat gua nekat kejogja, entah untuk suatu pekerjaan atau hanya untuk dia”, “sumpah shil gua salut sama perjuangan lu, andaikan dia tau lu ke jogja agar untuk bisa satu kantor sama dia”, “gua ke jogja demi cita dan cinta vi”, ujar shilla. Saat itu purwekerto sedang dilanda hujan deras, jendela bus yang tidak tertutup rapat membuat cipratan air hujan masuk kedalam bus tempat shilla duduk, ia hanya menutupi kepalanya dengan jaket yang ia bawa, kedinginan menjulur ditubuhnya, ia merasa sedih ingin cepat-cepat sampai jogja dan pulang kerumah.

“de sebentar lagi terminal giwangan sudah sampai”, “oh iya makasih mas”, aku segera bersiap-siap mengambil tas ransel yang diletakkan dibawah. “terminal giwangan terminal giwangan” suara kenek meneriakan nama terminal itu berarti aku sudah sampai jogja. Jam ditangan menunjukkan pukul 04.00 wib, ada waktu satu jam untuk beristirahat sejenak sambil menunggu adzan subuh, beruntung terminal ini terdapat musholla yang dapat digunakan untuk sejenak tidur, tapi sial mushollanya penuh tak ada tempat untuk aku mengistirahatkan tubuh ini. Mushola itu sudah terisi oleh beberapa manusia yang sedang beristirahat. Aku lemas dan tah tahu harus tidur dimana. Aku berjalan agak menjauh dari musholla itu untuk mencari tempat beristirahat sejenak, aku memutuskan untuk tidur diemperan depan toko oleh-oleh diterminal tersebut. Toko itu masih tutup, Koran yang dibawa dari Jakarta aku gelar didepan toko tersebut, tas menjadi bantalku pada saat itu, aku tidur beberapa menit.

Suara adzan membuatku bangun dari tidur, aku masih tidak menyangka hari ini aku berada dijogja, sendiri! ini adalah tempat jauh pertama yang aku datangi seorang diri tanpa siapa-siapa. Dari kejauhan orang-orang yang tadi beristirahat dimusholla itu sudah pada bangun dan bersiap-siap untuk sholat subuh, akupun segera menyusul mereka untuk berdoa kepada Tuhan ku. Air wudhu yang dingin kala itu membuat ku sedih tak terdefinisi. Setelah selesai sholat aku numpang mandi di WC musholla tersebut, lagi asik-asiknya membersihkan diri ada yang menggedor-gedor pintu kamar mandiku. “bragg bragg braggg” bunyi yang sangat kencang, “sabar, sebentar lagi”, bls ku. Dengan perasaan yang kesal aku keluar dari kamar mandi, setelah aku membuka pintu ternyata yang menggedor tadi adalah beberapa anak jalanan terminal giwangan yang ingin mandi juga sama sepertiku. Menurutku mereka anak-anak yang luar biasa diusianya yang kurang lebih masih 6-12 tahun sudah mencari nafkah sendiri dan bergulat dengan kejamnya daerah terminal, bisa aku rasakan bagaimana mereka jika bertemu bos-bos yang memegang kawasan terminal giwangan ini.

Akhirnya aku bisa melihat sinar matahari pagi di Jogjakarta dan aku memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu karena belum terisi dari tadi malam. Aku mengelilingi bagian dalam terminal giwangan dan terlihat beberapa toko dan warung makanan sudah buka untuk berbisnis. Aku tertarik dengan tulisan diwarung makan itu “segok pecel” aku memutuskan untuk memesan makanan khas jogja tersebut. Asyik makan, bapak-bapak kurang lebih berusia 47tahun datang menghampiri, aku kaget dan takut apa yang akan dilakukan orang ini, ternyata dia seorang tukang ojek yang menawari jasanya, “selamat pagi mbak, “mau kemana?, sini tak anter”, dengan logat jawa yang ramah. “mau ke UNY Fak. Teknik pak, bapak tau?”. Aku membalas dengan ramah. “tau mbak lumayan dekat dari terminal sini”, bapak itu sambil merokok lisong jawa. “berapa pak dari sini kesana?”, celetuk ku. “ya sama eneng Rp.25.000 saja”, bapak itu tersenyum.

Motor yang aku tumpangi saat itu bermerk Yamaha tua, ringkih, tapi masih bisa menunjukan jati dirinya. Aku mencoba menghirup panjang udara sejuk jogja pagi itu dari motor tua ini, jalanan pada saat itu masih sepi dan terlihat dipinggir jalan beberapa penjual makanan menjajaki dagangannya. Ah sangat sayhdu kota ini, masyarakatnya ramah dan kental sekali peradaban jawanya. Diperjalanan menuju UNY Fak. Teknik  aku sejenak melupakan masalahku, seakan terbius oleh sihir kota jogja yang mistis. Dan setelah beberapa menit aku memperhatikan jalanan tibalah di universitas UNY Aku siap untuk berjuang kembali! Demi cinta atau cita? Aku masih belum bisa menjawab.

Tempat tesku masih sepi sepertinya belum ada yang datang, aku kepagian atau memang ingin cepat-cepat semuanya selesai dan kembali ke kota Jakarta. Aku menunggu didalam dan berkenalan dengan beberapa orang yang ikut test masuk sebagai karyawan disalah satu tv swasta itu. Test psikotest dimulai aku duduk dibangku paling depan, sang pengawas memberikan penjelasan untuk psikotest hari ini, ah aku sudah mengerti pasti sama dengan yang dijakarta dulu, batinku berkata. Setelah psikotest selesai masuk ke tahap interview, inilah proses yang membuat aku gagal dulu, tahap dimana bertemu dengan hakim-hakim yang menentukan apakah layak masuk menjadi bagian perusahaan tersebut. Namaku belum dipanggil, aku asyik duduk dipojokan ruangan ini, sendiri. Memikirkan kembali bagaimana jika nanti aku gagal untuk kedua kalinya, usaha yang telah aku lakukan dan perjuangan hingga ke kota gudeg ini apakah akan sia-sia? Akankah aku kembali jatuh dan gagal? Perjuangan yang amat sangat panjang untuk memperjuangkan sebuah harapan, namun harapan apa yang membuat aku hadir disini? Perjalanan panjang menembus malam, hujan, tidur diemperan toko, mandi di wc umum, semua itu dilakukan hanya untuk apa? Demi cita atau cinta?, “Shilla Framelia”, namaku dipanggil, aku harus siap berhadapan dengan hakim penerima kerja itu.

Langkah kakiku gemetar memasuki ruangan, pikiranku tetap tertuju ke alvin, hati ku ingin pulang ke jakarta, dan siap tidak siap aku sudah didepan sang pembunuh harapan. “selamat siang shilla framelia”, orang itu memanggil namaku sambil melihat berkas surat lamaran yang dipegang olehnya, jantung masih berdetak kencang. “selamat siang pak”, “kamu disini melamar jadi floor director, apa yang kamu ketahui tentang FD?”, “FD itu pengatur acara pak, dia yang bertugas membuat penonton tepuk tangan dan memberikan aba-aba kepada pembawa acara jika acara itu sudah mau masuk ketika iklan selesai”, celetuk ku, “bisa kamu contohkan seperti apa FD itu?”, “baik pak”, shilla mempraktikkan menjadi floor director didepan orang itu, namun shilla sempat memperhatikan raut wajahnya ia tampak tak tertarik melihat shilla menjadi FD. “kamu kurang semangat untuk menjadi FD, duduk kembali”, orang itu mempersilahkan shilla duduk dan kembali memperhatikan berkas-berkas lamaranku. “kamu lulusan jurnallistik kenapa ingin menjadi FD?”, “saya ingin melamar menjadi reporter pak tapi tidak ada lowongan untuk itu”, shilla menjawab pertanyaan orang yang memakai baju hitam tersebut. “apa kamu yakin mau menjadi FD? Kerja di stasiun tv itu tidak kenal waktu, kantor bisa menjadi rumah”. “saya sudah mengerti pak akan konsekuensinya bekerja dimedia”, “sebentar, kamu pernah melamar juga ya dijakarta?”, ia memperhatiikan mata shilla dengan tajam, “ia pak, saya ikut waktu recruitment dijakarta, tapi pada saat tahap akhir seperti ini saya gagal, makanya saya pergi ke jogja untuk mencoba melamar kembali walaupun posisi reporter tidak ada”, bibir shilla gemetar. “luar biasa perjuangan kamu sampai ke jogja juga, tapi jika misalkan kamu gagal kembali disini, bagaimana?”, “tidak apa-apa pak setidaknya saya sudah mencoba dan berusaha untuk mengejar cita-cita saya dan ..”, mata shilla basah oleh air kesedihan, ia tak sanggup untuk meneruskan kalimatnya namun dalam hatinya ia mampu meneruskan kata-kata yang belum ia selesaikan “ dan … cinta”. Air mata shilla jatuh dari kedua bola matanya yang indah ia tak mampu menyembunyikan rasa inginnya ia diterima kerja distasiun tv itu. “shilla sepertinya kamu cocok untuk menjadi reporter tapi tidak menjad floor director, saya yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi reporter”, hakim itu seperti dengan terang mengatakan shilla ditolak mentah-mentah. Shilla tetap mengeluarkan air mata “setidaknya saya sudah berusaha dan mencoba pak”, bibir mungil merah itu tidak sanggup lagi berucap. “baiklah shilla terimakasih sudah mau bergabung dengan perusahaan kami, nanti hasil lolos atau tidaknya bisa di cek diiwebsite kami besok malam”. “terimakasih pak”, shilla keluar dari rungan itu dengan dada yang ingin meledakkan emosinya, wajahnya penuh dengan air mata, ia ingin cepat-cepat pulang.

Bbm shilla bunyi, ternyata itu dari alvin “shill besok ke metro tv yuk ada open recruitment tuh disana”, “absen dulu deh vin, salam yah buat surya paloh”, balas shilla. Jika saat itu shilla ada dijakarta pasti ia akan mengiyakan ajakan dari alvin namun apa daya shilla berada dijogja saat itu. “oke shil, siap”, “lu masih mau ngelamar dimetro vin? Bukannya lu udah diteriima jadi karyawannya wisnu utama? Haha”, “ya gpp shil, coba-coba aja gua haha”. Shilla mencari tiket pulang ke jakarta hari itu juga, ia ingin sampai jakarta besok pagi ia mencari keberangkatan malam ini menggunakan bus ataupun kereta. Untungya shilla mempunyai teman dijogja ia memesan tiket kereta ke dyah temannya. Akhirnya shilla mendapatkan tiket kereta menuju jakarta pukul 7 malam dari terminal lempuyangan.

Saat itu masih sore masih ada waktu untuk membeli buah tangan namun hati shilla lagi galau, ia malas untuk kemana-mana, ia hanya melangkahkan kakinya ke supermarket yang ada disamping UNY tempat mengikuti test. Shilla membeli sebotol minuman dan roti untuk mengganjal perutnya, ia duduk dibangku depan supermarket itu, “oi shill kapan pulang? Bagaimana tesnya? Sumpah ya gokil abis lu”, sivia tiba-tiba saja bbm shilla. “vi gua pulang nanti malam. Udah dapet kok tiket keretanya, gua mau pulang vi, gua juga gak abis fikir kenapa gua bisa sampai ke sini, sendiri”, shilla kembali menahan air matanya. “shil seandainya dia tau lu ke jogja cuman untuk bisa sekantor sama dia, gua salut shil sumpah, ini bisa jadi cerita ke anak lu nanti”, “vi gua gak mengharapkan dia tau kok, gua cuman ingin satu kantor aja vi sama dia, bisa lihat senyumnya yang berlesung, matanya yang tajam, sama kepintarannya”, shilla menangis sesenggukkan. “shil pokoknya nanti pas lu udah dijakarta, kita ketemu lu harus cerita, hati-hati dijalan shil”, ‘iya vi, terimakasih ya”, shilla masih menangis.

Waktu sudah hampir jam  7 malam, kereta yang ditumpangi shilla siap berangkat ia mencari angkot untuk mengantarkannya ke stasiun lempuyangan namun lama ia menunggu tak ada angkot untuk kestasiun lempuyangan, hujan pun mendampingi shilla untuk pulang ke jakarta. Akhirnya ia menyewa taksi udan tak lama kemudia sampailah ia ke terminal lempuyangan, ia menyempatkan untuk shalat ashar dan berdoa ‘Ya allah semuanya hamba serahkan ke engkau, hamba sudah berusaha sampai sini, kini hamba kembalikan ke engkau”. Tuttt tuttt tuttt kereta siap berangkat, shilla duduk berhadapan dengan seorang bapak-bapak dan anaknya. Roda baja tersebut sudah berjalan pelan dan siap melaju cepat ke arah stasiun senen, dalam hati shilla berkata “jogja, terimakasih atas kenekatanmu”.

“shil bangun sudah maghrib, mandi dulu, sholat”,mama membangunkan shillla dari tidurnya “mama, iya ma, aku capek banget, kemarin kurang tidur”. Shilla sampai jakarta pagi tadi, sampai rumah ia membersihkan diri dan langsung tidur hingga larut malam, mungkin karena letih 40 jam ia habiskan untuk mengejar harapannya.  Malam ini pengumuman apakah ia diterima atau tidak bekerja di stasiun tv akan diumumkan lewat website kembali, shilla terus berdoa dalam hatinya, ia takut untuk berhadapan dengan layar komputer seperti melihat musuhnya sendiri ia enggan untuk menyentuhnya takut dibuat kecewa kembali. Jantung shilla berdegup cepat, ingin copot, panas dingin gak karuan. Menegangkan!

Shilla masuk kamar dengan tertunduk, ia mencari Al-quran lalu memeluknya erat sekali, sangat erat, air mata kembali jatuh menimpa pipi dan kitab suci yang berada dipelukanya. Ia linglung, bingung ingin berbuat apa, shilla seperti hilang, hanya raganya saja yang ada, pikirannya terbang ke suatu tempat. Shilla menggelar sajadah, alquran masih dipelukannya, ia bersujud sambil menangis kencang, teriak, mengadu. Ada 30 menit ia seperti itu, aneh, seperti kehilangan arah. Shilla mengambil hp nya, “viii.. “, “shill kenapa? Bagaiamana pengumumannya? Diterima?”, “viii gua..”, “gimana shill? Diterima atau gak? Jgn bikin penasaran dong?”, “ gua, gua gagal lagi vi, nama gua gak ada di webiste, gua gagal lagi viii”, shilla menangis sejadi-jadinya, “shillll sabarr, bukan jalan lu disana shil, masih ada lowongan kerjaan lain, lu harus semangat”, “percuma ya vi gua jauh-jauh ke jogja untuk ngelamar tapi hasilnya buat gua kecewa lagi, dan yang buat gua sedih gua gak akan bisa satu kantor sama alvin vii, gua gak bisa”, “shill semangat dong, bukan berarti lu ga bisa ketemu alvin lagi kan, lu masih bisa ketemuan sama dia, gak ada yang sia-sia shil, lu ke jogja, perjuangan lu, semuanya gak ada yang sia-sia, lu harus yakin itu”, “vii.. gua bingung harus ngapain vii, gua kesel sama diri gua sendiri, bagaimana jika nanti alvin lupa sama gua? Jika nanti ia sibuk sama pekerjaannya? Jika nanti dia dapet teman baru? Gua bakal dilupain viii”, shilla masih menangis dan memeluk al-quran. “shill lu jangan mikir yang macem-macem, belum tentu apa yang lu pikirin itu akan terjadi, lu positif thinking aja, sekarang lu harus sadar jika lu selama ini hanya mengejar cinta bukan cita shil”. shilla masih memeluk al-quran dengan memeluknya ia agak tenangan setelah tau dirinya kembali gagal untuk menjadi karyawan di stasiun tv itu. Shilla tidak tenang tidurnya, ia bingung untuk menjelang hari esok, apa yang ia akan perbuat setelah kegagalan keduanya ini, ia resah, shilla tidur dengan memeluk al-quran. Mungkn itu fase dimana ia bingung harus meminta pertolongan ke siapa, hanya dengan memeluk kitab suci shilla merasa harapannya kembali hidup.

Sinar matahari seperti malu untuk menghangatkan bumi, shila seakan habis melalu mimpi buruk yang terjadi didalam hidupnya. Ia membuka mata dan melihat kitab suci masih dipelukannya. Ia bengong beberapa menit diatas tempat tidurnya. Kicauan burung gereja dari teras rumah menyadarkannya, shilla terseyum simpul, memikirkan semua perjuangannya hanya untuk bisa bersama dengan Alvin, ternyata benar selama ini shilla bukan mengejar cita-citanya namun mengejar cinta, cintanya terhadap Alvin yang baru sebulan ia kenal. Shilla melanjutkan kembali hidupnya untuk mengejar cita-citanya menjadi reporter, ia tetap berusaha untuk mencari pekerjaan dibidang media, sampai akhirnya ia diterima bekerja disalah satu media online dijakarta. Shilla siap menyongsong hari baru, cita-citanya menjadi jurnalis, dan sejenak melupaka Alvin dari pikiranhya walau kenyataannya ia tidak bisa. Lagi asik mengetik berita yang sedang diliputnya shilla dikagetkan dengan bunyi bbm, Alvin ! “hai shil apa kabar? Lama kita udah gak ngopi bareng, besok bisa?”




.



0 komentar:

Posting Komentar

 
;