Jumat, 05 April 2013 0 komentar

... Mereka (saya), meminta maaf

Biarkan jari-jari ini mengutuk pikirannya sendiri.
saya pamit dari manusia berlesung pipi, bukannya menyerah namun hanya menyadarkan jiwa ini sudah tidak ada yang perlu lagi untuk diselami. saya tidak ingin semakin tenggelam karena tenggelam kedasar lautan teori kesalahan itu amat sangat menyakitkan seperti ada algojo yang berusaha memisahkan kulit dari dagingnya, perlahan tapi kesakitan.
saya menamainya bukan jatuh cinta tetapi penasaran rasa dan sekarang penasaran rasa itu sudah berganti wujud menjadi keikhlasan rasa yang terbungkus kelemahan.

Saya pamit dari sorotan mata itu, terakhir jumpa tatapannya memang beda, dia melihat dengan mata yang tajam dari samping tubuh besar ini setelah itu melihat dengan syahdunya kearah mata ini dari jarak beberapa meter. ya itu ucapan terakhirnya untuk saya, ucapan perpisahan dan sekarang saya siap untuk mengubur sorotan mata itu, mata yang dimiliki oleh manusia cerdas.

Hembusan angin mengantarkan bisikan kerinduan namun segera saya tepis dengan tangan kekosongan, namun anginnya masih mampu menerjang sehingga tubuh ini masih bisa merasakan. para peri daun sangat lincah menari tanpa gerakan tak beraturan namun saya masih bisa menikmati tarian peri-peri daun tersebut, indah. anginlah yang membuat para peri daun menari walau tanpa suara dan irama, tanpa angin daun-daun itu tidak dapat bergoyang, mereka akan diam seperti tak punya nyawa, saat ini saya seperti daun tak dapat bergerak tanpa dukungan sang angin.

Suatu ketika alam akan pamit dengan semesta, alam merasa tak ada dirinya tidak membuat semesta berhenti berputar pada porosnya. alam harus yakin dengan putusannya itu, karena luas nya alam tidak ditumbuhi warna hijau namun warna hitam pekat yang menghiasi. semesta selamat, selamat untuk apa?, untuk merayakan hari paskah, terimakasih alam.

Hanya itu yang teringat di memori, ucapan terimakasih, tidak ada balasan basa-basi seperti anak panah yang dilepas kelingkaran kecil yang berada dipapan target. boom tepat sasaran. bagaimana rasanya jika anak kera dicuekin induknya atau penikmat kopi disuguhkan jus durian. itu yang saya rasakan. kini saya melepas semua memori-memori itu dengan satu jalan yang harus ditapaki dengan sebuah landasan kenekatan, saya harus menghapus hembusan angin itu, saya harus menangkap anak panah itu, saya mesti mencari induk baru untuk anak kera tersebut dan saya harus minum jus duren walau saya tidak suka. semua hanya demi untuk menghilangkan jumat, sabtu, senin dan selasa dalam kalender jiwa saya.

Saya mau minta maaf atas semua persepsi yang ditorehkan dalam lembaran kertas putih. seharusnya kertas itu tergambarkan warna-warna pertemanan yang mungkin sampai saat dunia gelap saya masih bisa berkawan, namun kertas itu saya torehkan tinta-tinta hitam yang tak terbentuk pada akhirnya yang membuat kertas itu marah, kesal dan tak tahu harus seperti apa dan klimaksnya sobek dan menghilang disapu angin kemurkaan. saya menyesal

Kini sang angin sudah tidak bisa dirasakan hawanya, sang kera sudah menemukan induk barunya, sang penikmat kopi perlahan sudah terbiasa dengan rasa jus duren, dan saya siap untuk menutup puluhan kenangan dengan kaleng karatan yang karatnya mampu menambah sakit luka yang menganga agar semakin sakit lukanya maka semakin tak terasa sakitnya.Namun jika diberikan kesempatan sekali lagi tidak akan saya hancurkan seperti saat ini, tapi sayang biasanya kesempatan itu tidak akan datang dua kali, seperti 1 banding 1000 atau sama saja mengharapkan melihat warna pelangi menjadi 2 warna saja hitam dan putih.

Setidaknya saya sudah menunjukkan diri ini, secara gambling saya memuntahkan semua yang saya rasakan kesemesta setelah mengenalnya, saya berani tidak hanya diam karena saya tidak mau menjadi pecundang yang berjubah dosa, karena sebenarnya mempunyai rasa ini saja sudah terpanggang amarah tuhan. sedangkan semesta hanya diam, mundur, dan setelah itu berlari menghilang mencari aman walau sebenarnya saya tahu semesta murka dengan simbol-simbol yang ditunjukkan kepadanya.

Saya berdoa agar hamba Tuhan yang saya kagumi menjadi sosok yang saat ini menempel pada dirinya, harus sukses, mungkin masih ingat tapi jika tidak ingat juga tidak apa-apa, saya pernah bilang lu cocoknya jadi wartawan jangan kerja yang lain dan terbukti, you got it mafreng!

Ini bukan mengenai melepaskan sesuatu yang kita yakini hanya menerbangkan hal yang tidak benar untuk didekati, biarkan ia melebarkan sayap-sayap kebenarannya dan saya tertunduk dan tertusuk dilembah kebisingan suara hati. 

Saya pamit untuk sejenak rehat dari kehidupan saya sendiri hanya untuk menyembuhkan jiwa ini yang selama mengenal nya membuat rusak komponen rasa secara keseluruhan. 

pernah baca suatu kutipan dari twitter tulisannya seperti ini, "everything happens for reasons, but some reasons are not for told, and heart hides what we cant say but eyes say what we try to hide"

Terimakasih untuk matanya.






 
;